masjidasmaulhusna18@gmail.com
Jalan Raya Kelapa 2 No 30 Tangerang Banten

WEBSITE RESMI MASJID RAYA ASMAUL HUSNA GADING SERPONG

logo-1 - Salin
Tidak ada hijab bagi Allah SWT

Syekh Ibnu Athaillah Assakandary berkata:

“Tidak Ada Sesuatu pun yg menghalangi pandangan kita kepada Allah, Manusialah yg Terhijab dari Allah”

اَلْحَقُّ لَيْسَ بِمَحْجُوْبٍ وَإِ نَّمَا الْمَحْجُوْبُ أَنْتَ عَنِ النَّظَرِ إِلَيْهِ , إِذْلَوْ حَجَبَهُ شَيْءٌ لَسَتَرَهُ مَاحَجَبَهُ , وَلَوْ كَا نَ لَهُ سَاتِرٌ لَكَا نَ لِوُجُو دِهِ حَا صِرٌ , وَكُلُّ حَا صِرٍ لِشَيْءٍ فَهُوَ لَهُ قَا هِرٌ وَ هُوَ الْقَاهِرُ فَوْ قَ عِبَا دِهِ

23. Allah  tiada terhalangi oleh sesuatu apapun, sebab tidak mungkin adanya sesuatu yang dapat menghijab Allah. Sebaliknya manusialah yang terhalang pandangan nya kepada Allah sehingga tidak dapat melihat adanya Allah. Sebab sekiranya ada sesuatu yang menghijab Allah, berarti sesuatu itu dapat menutupi Allah, dan andaikata ada tutup bagi Allah, berarti wujud Allah (keberadaan Allah) dapat terkurung/dibatasi, dan sesuatu yang mengurung/membatasi itu, dapat menguasai yang dikurung/dibatasi, padahal “Allah yang berkuasa atas segala makhluk-Nya."

Kita tidak dapat melihat Allah, karena kita dan pandangan kita lemah dan terbatas. Sesuatu yang menghijab/menghalangi pandanganmu itu lebih kuat dari matamu. Engkau terhijab, karena engkau lemah dan memiliki kekurangan. Sesuatu yang menghijab pandanganmu itu yang menyebabkan engkau tidak dapat melihat Tuhanmu. Karena boleh jadi, sesuatu menghijab pandanganmu itu lebih kuat dari matamu. Untuk itu, beribadah kepada Allah karena Allah dengan keyakinan bahwa Allah senantiasa melihatmu.

143. dan tatkala Musa datang untuk (munajat dengan Kami) pada waktu yang telah Kami tentukan dan Tuhan telah berfirman (langsung) kepadanya, berkatalah Musa: "Ya Tuhanku, nampakkanlah (diri Engkau) kepadaku agar aku dapat melihat kepada Engkau". Tuhan berfirman: "Kamu sekali-kali tidak sanggup melihat-Ku, tapi lihatlah ke bukit itu, Maka jika ia tetap di tempatnya (sebagai sediakala) niscaya kamu dapat melihat-Ku". tatkala Tuhannya Menampakkan diri kepada gunung itu[565], dijadikannya gunung itu hancur luluh dan Musa pun jatuh pingsan. Maka setelah Musa sadar kembali, Dia berkata: "Maha suci Engkau, aku bertaubat kepada Engkau dan aku orang yang pertama-tama beriman".

[565] Para mufassirin ada yang mengartikan yang nampak oleh gunung itu ialah kebesaran dan kekuasaan Allah, dan ada pula yang menafsirkan bahwa yang nampak itu hanyalah cahaya Allah. Bagaimanapun juga nampaknya Tuhan itu bukanlah nampak makhluk, hanyalah nampak yang sesuai sifat-sifat Tuhan yang tidak dapat diukur dengan ukuran manusia.

Kata Allah di dalam Al-Qur’an: “Dia tidak akan dicapai oleh penglihatan, tetapi Dia mencapai semua penglihatan

Al Kahfi 28. dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas.

Di dalam kitab Khozinatul Asroor pengarang mengutip hadits Rasulullah SAW tentang keharusan kita untuk selalu berada bersama Allah SWT, namun jika tidak bisa, hendaklah selalu berdekatan dengan orang-orang sholeh karena dengan berdekatan bersama mereka akan sampai kepada Allah SWT. Adapun kutipan naskahnya sebagai berikut:



كُنْ مَعَ اللهِ وَإِنْ لَمْ تَكُنْ فَكُنْ مَعَ مَنْ كَانَ مَعَ اللهِ فَاِنَّهُ يُوْصِلُكَ اِلىَ اللهِ اِنْ كُنْتَ مَعَهُ.وَفىِ حَدِيْثٍ آخَرْ اَلشَّيْخُ فِى قَوْمِهِ كَالنَّبِيِّ فِى أُمَّتِهِ. كَذَا فِى عَوَارِفِ الْمَعَارِفِ وَفىِ رُوْحِ الْبَيَانِ.

Artinya: Rasulullah SAW bersabda, "Hendaklah engkau selalu bersama Allah. Jika tidak bisa, berusahalah selalu bersama orang-orang yang dekat dengan Allah. Sebab dengan memiliki orang itu, niscaya engkaupun akan sampai kepada Allah selagi engkau bersamanya." Dalam nasehat lain Rasulullah SAW bersabda: "Syaikh (guru/orang alim lagi sholeh) diibaratkan nabi bagi kaumnya." Keterangan ini tersebut pula dalam kitab Awariful Ma'aarif dan kitab Ruuhul Bayaan.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ ...... قَالَ: مَا الْإِحْسَانُ؟ قَالَ: أَنْ تَعْبُدَ اللَّهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ. رواه البخاري

Artinya: Dari Abu Hurairah Radhiyallahu’anhu…… Jibril pun berkata,”Apakah ihsan?” Rasulullah Shallallahu Alalihi Wasallam bersabda,”Engkau beribadah kepada Allah seaakan akan Engkau melihat-Nya, dan jika engkau tidak melihat-Nya, sesungguhnya Ia melihatmu,” (Riwayat Al Bukhari

Ma’iyatullah (Bersama Allah)

Ahlussunnah menetapkan sifat ma’iyyah bagi Allah, yaitu bahwa Allah bersama hamba-Nya. Namun para ulama menjelaskan bahwa ma’iyyatullah ada yang khusus (ma’iyyah khashah) dan ada yang umum (ma’iyyah ‘ammah). Apa perbedaannya?

Syaikh Abdul ‘Aziz Ar Rajihi menjelaskan: Ma’iyyah ‘ammah sifatnya umum bagi mu’min dan kafir. Ma’iyyah ‘ammah adalah kebersamaan berupa keilmuan Allah yang teliti dan meliputi seluruh makhluk. Ma’iyyah ‘ammah ini dalam banyak ayat disebutkan dalam konteks mujaazah (pembalasan amalan) dan muhaasabah (perhitungan amal ), sebagaimana ditunjukan dalam firman Allah Ta’ala

أَلَمْ تَرَ أَنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ مَا يَكُونُ مِن نَّجْوَى ثَلَاثَةٍ إِلَّا هُوَ رَابِعُهُمْ وَلَا خَمْسَةٍ إِلَّا هُوَ سَادِسُهُمْ وَلَا أَدْنَى مِن ذَلِكَ وَلَا أَكْثَرَ إِلَّا هُوَ مَعَهُمْ أَيْنَ مَا كَانُوا ثُمَّ يُنَبِّئُهُم بِمَا عَمِلُوا يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنَّ اللَّهَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ

Tidakkah kamu perhatikan, bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi? Tiada pembicaraan rahasia antara tiga orang, melainkan Dia-lah yang keempatnya. Dan tiada (pembicaraan antara) lima orang, melainkan Dia-lah yang keenamnya. Dan tiada (pula) pembicaraan antara (jumlah) yang kurang dari itu atau lebih banyak, melainkan Dia ada bersama mereka di mana pun mereka berada. Kemudian Dia akan memberitakan kepada mereka pada hari kiamat apa yang telah mereka kerjakan.  Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu” (QS. Al Mujadilah: 7).

Dan juga firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala:

هُوَ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ يَعْلَمُ مَا يَلِجُ فِي الْأَرْضِ وَمَا يَخْرُجُ مِنْهَا وَمَا يَنزِلُ مِنَ السَّمَاء وَمَا يَعْرُجُ فِيهَا وَهُوَ مَعَكُمْ أَيْنَ مَا كُنتُمْ}

Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa; Kemudian Dia bersemayam di atas ‘Arsy Dia mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi dan apa yang keluar daripadanya dan apa yang turun dari langit dan apa yang naik kepadanya. Dan Dia bersama kamu di mana saja kamu berada” (QS. Al Hadid: 4).

Inilah ma’iyyah ‘ammah, dan konsekuensi dari ma’iyyah ‘ammah adalah sifat ihathah yaitu ilmu Allah meliputi semua makhluk-Nya. Ma’iyyah ‘ammah disebut dalam Al Qur’an dalam konteks mujaazah (pembalasan amalan), muhaasabah (perhitungan amal) serta takhwiif (ancaman).

Adapun ma’iyyah khashah, itu khusus bagi kaum mu’minin. Ma’iyyah khashah disebutkan dalam Al Qur’an dalam konteks al mad-hu wats tsana-u (pujian dan sanjungan). Allah Ta’ala berfirman mengenai ini:

اصْبِرُواْ إِنَّ اللّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ

bersabarlah, sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang bersabar” (QS. Al Anfal: 46)

لاَ تَحْزَنْ إِنَّ اللّهَ مَعَنَا

janganlah bersedih, sesungguhnya Allah bersama kita” (QS. At Taubah: 40)

إِنَّنِي مَعَكُمَا أَسْمَعُ وَأَرَى

sesungguhnya Aku bersama kalian (Musa dan Harun), Aku mendengar dan melihat kalian” (QS. Thaha: 46)

 Ini semua khusus bagi kaum mu’minin dan disebutkan dalam konteks pujian dan sanjungan bagi mereka.

Ma’iyyah ‘ammah sifatnya umum bagi mu’min dan kafir, tetapi ketika Allah berfirman kepada Musa dan Harun (yang artinya) “sesungguhnya Aku bersama kalian Aku mendengar dan melihat kalian” ini ma’iyyah khashah.

Adapun ketika Fir’aun termasuk dalam konteks pembicaraan, yang disebutkan adalah ma’iyyah ‘ammah

إِنَّا مَعَكُم مُّسْتَمِعُونَ

sesungguhnya Kami bersamamu mendengarkan (apa-apa yang mereka katakan)” (QS. Asy Syu’ara)

Dalam surat Asy Syu’ara ini ketika dalam konteks pembicaraan termasuk di dalamnya Fir’aun, Musa dan Harun, maka ini ma’iyyah ‘ammah “sesungguhnya Kami bersamamu mendengarkan (apa-apa yang mereka katakan)“. Tapi ketika hanya Musa dan Harun, “sesungguhnya Aku bersama kalian (Musa dan Harun), Aku mendengar dan melihat kalian“, disebutkan ma’iyyah khashah.

Allah Wujud (Allah Ada) ini adalah Sifat Nafsiyah yaitu sifat dzatNya Allah , yaitu ada Nya Allah melekat padaNya. Melekat tidak terbatas ruang dan waktu.

Berbeda dengan seseorang, bias jadi Zaid ada dalam kelas pada jam 07.30 tapi tidak ada dikelas pada jam 10.00 karena Ada pada diri Zaid itu adalah sifat.

Tapi ada pada Allah itu adalah sifat zat.

Seekor kelelawar akan memakan jambu dari pohonnya manakala telah malam, tetapi disiang hari tdk dapat memakannya, ini bukan berarti Jambu itu hilang disiang hari, tetapi indra kelelawar lemah disiang hari.

والله أعلم بالصواب

Penulis : HM. SYAROJI AL-MARZUKI, M.A